.
LIMA SYAIR TENTANG WARISAN HARTA
(I)
Inilah syair pertama tentang secercah sejarah
Mengenai nabi Muhammad menjelang wafat
Ketika sakit beliau sudah terasa berat
Pada tabungannya yang sedikit jadi teringat
Menyedekahkannya belum lagi sempat
Maka Rasulullah berkata pada Aisyah
“Aisyah, mana itu ashrafi?
Berikanlah secepatnya pada orang tidak berpunya
Bila masih ada harta kutinggalkan
Di rumahku ini, pasti itu bakal jadi rintangan
Dan aku tak aman menghadap Tuhan.”
Sesudah tabungan itu dibagikan
Maka wafatlah beliau dengan aman
(II)
Inilah syair kedua tentang Khalid bin Walid
Perwira tinggi yang amat gagah berani
Seorang jenderal pertempuran yang sejati
Caranya mati dia sesali sendiri
Karena bukan gugur di medan pertempuran
Tetapi karena sakit, mati di atas dipan
Mengenai harta benda yang dia tinggalkan
Hanya tiga jenis macamnya :
Sebilah pedang
Seekor kuda
Dan seorang pembantu rumah tangga
(III)
Inilah syair ketiga tentang Umar yang perkasa
Yang pernah menaklukkan persia dan roma
Yang kilatan pedangnya menggoncang kerajaan demi kerajaan
Yang perkasa, kaya serta berkuasa
Tetapi sesudah dia tiada lagi bernyawa
Warisannya Cuma sehelai baju
Terbuat dari kain yang kasar
Dan uang lima keping
Seharga lima dinar
(IV)
Inilah syair keempat tantang Aurangzeb
Penguasa imperium Mughal di India
Luas dan jaya kerajaannya
Adil serta merata kemakmurannya
Dan ketika dia pergi menghadap Tuhan
Dia meninggalkan dua warisan
Pertama, uang sebanyak empat rupi dua ama
Hasil penjualan kopiah jahitannya
Kedua, uang sebanyak 305 rupi
Upah menyalin Quran dengan tangan
Dan semua uang itu kemana pergi
Pada rakyat yang miskin habis dibagi-bagi
(V)
Inilah syair kelima tentang Sultan Shalahuddin
Pahlawan perang yang sangat harum namanya
Raja dari kawasan yang sangat luasnya
Sultan dari kerajaan yang amat makmurnya
Dan dia, pada hari wafatnya
Tidak mewariskan harta benda suatu apa
Karena seluruhnya sudah habis disedekahkannya
Pada kawula fakir miskin yang lebih memerlukannya
Sehingga biaya pemakamannya
Adalah urunan dari sahabat-sahabatnya
Dan ada rakyat yang menyumbangkannya batang-batang jerami
Sebagai pagar dari makamnya
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Seratus Puisi Taufiq Ismail
Saya suka puisi Taufiq Ismail, seorang penyair terkenal dari Indonesia. Puisi beliau tentang harta memberikan kesan yang sangat mendalam. Mengenangkan kehebatan pemimpin zaman silam yang tidak tergugat dengan kilauan emas dan permata.
Saya sering bertanya diri sendiri, ada lagikah pemimpin sebegini rupa di zaman ini, yang tidak terhimbau dengan kilauan harta. Wujudkah pemimpin yang ikhlas berkhidmat kerana Allah dan megharapkan keredaan dan ganjaran dari Allah semata-mata? Menjaga harta rakyat dan negara dengan penuh rasa amanah dan tanggungjawab, menyedari setiap nasi yang disuap akan ditanya oleh Allah di kemudian hari?
Bukan senang untuk menghadapi cubaan bila segala-galanya terbentang di depan mata. Satu hayunan tinta boleh menggadaikan nusa dan bangsa. Khazanah bangsa boleh surut jika rapuh iman di dada. Bila sudah memegang kuasa, siapa yang berani menegur sebarang angkara? Semua yang dibikin, diiya sahaja.
Tak perlu kita bicara tentang pemimpin di peringkat negara. Baru jadi kerani menguruskan pembelian untuk syarikat sudah tergugat diri dan goyah iman di dada. Syarikat rugi tetapi dia senang hati memewahkan diri, dari sumber yang tak siapa ketahui. Tanpa disangka sebenarnya dia mengabdikan diri, pada nafsu serakah memakan diri, yang akan disoal di akhirat nanti.
Ramai orang boleh bertahan dengan ujian kemiskinan dan kepapaan, tetapi tidak ramai yang boleh bertahan dengan ujian kesenangan. Ramai yang sanggup berjuang untuk Allah ketika susah, tapi alpa dan lupa diri bila sudah senang.
Moga Allah limpahkan hidayah dan suluhkan jalan untuk kita bagi meneruskan perjalanan di dunia yang penuh cubaan ini.