SN Arena Wati pergi meninggalkan kita pada 25 Januari, 2009. Kita hilang seorang lagi Sasterawan Negara mengikut SN S Othman Kelantan yang pergi lebih dahulu Julai tahun 2008. Hilang beliau takkan berganti. Salam Takziah untuk keluarga Pak Arena Wati.
Saya pernah mencatat pengalaman membaca buku Sakura Mengorak Kelopak tulisan Pak Arena di blog ini pada tahun 2004. Novel tersebut seperti yang saya tulis menjadi satu titik tolak untuk saya terus kembali meneroka karya-karya penulis Melayu, setelah sekian lama memilih buku berbahasa Inggeris. Catatan itu juga antara catatan saya paling awal mengenai buku, khasnya buku berbahasa Melayu.
Kesukaran mencari buku-buku berbahasa Melayu ketika itu menjadi pendorong kuat untuk saya menulis catatan di blog dalam bahasa Melayu. Saya masih ingat bagaimana Sakura Mengorak Kelopak telah mengubah tanggapan saya terhadap novel berbahasa Melayu. Novel itu meninggalkan kesan yang kuat, mendalam dan berbekas lama. Saya terus jadi penggila buku terutamanya karya-karya Sasterawan Negara.
Karya SN Arena Wati jadi penggerak kepada kembara saya mencari buku dan mencari semula jati diri sendiri. Saya tenggelam kekusyukan dalam dunia buku. Ke serata ceruk kedai buku saya selongkar mencari buku-buku yang langka tulisan sasterawan Melayu. Ada kalanya melompat girang bagai bertemu harta karun dan selalunya kecewa dan gagal dalam pencarian saya.
Bak kata Pak Arena Wati di dalam Panrita,
Begitulah pencarian buku yang saya anggap gagal sebenarnya menemukan buku-buku lain yang tidak kurang bagusnya. Pencarian buku menemukan saya dengan antara lain kedai buku Pustaka Antara yang pernah menjadi tempat Pak Arena Wati bertugas dari tahun 1962 hingga tahun !974. Sewaktu Pak Arena bertugas sebagai editor di Pustaka Antara telah bercambahnya buku-buku dari Indonesia.
Kini, jika anda ke Pustaka Antara, yang sudah berpindah dari kedai asal di Jalan TAR ke Kompleks Wilayah, Kuala Lumpur, masih boleh bertemu buku-buku yang diusahakan oleh Pak Arena. Karya-karya Pak Arena sendiri juga karya-karya penulis Indonesia, seperti Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, Sutan Takdir Alisjahbana, Putu Wijaya; sekadar menyebut beberapa nama.
Terima kasih Pak Arena kerana membantu saya mencari semula diri sendiri. Saya akan teruskan pengembaraan dan pencarian saya. Moga bertemu yang lebih baik dari yang dicari.
Terimakasih kerana meninggalkan karya-karya besar untuk kami baca dan ulang baca. Benarlah kata orang; harimau mati meninggalkan belang, penulis mati meninggalkan karya yang terus hidup selagi ada yang membaca.
Saya pernah mencatat pengalaman membaca buku Sakura Mengorak Kelopak tulisan Pak Arena di blog ini pada tahun 2004. Novel tersebut seperti yang saya tulis menjadi satu titik tolak untuk saya terus kembali meneroka karya-karya penulis Melayu, setelah sekian lama memilih buku berbahasa Inggeris. Catatan itu juga antara catatan saya paling awal mengenai buku, khasnya buku berbahasa Melayu.
Kesukaran mencari buku-buku berbahasa Melayu ketika itu menjadi pendorong kuat untuk saya menulis catatan di blog dalam bahasa Melayu. Saya masih ingat bagaimana Sakura Mengorak Kelopak telah mengubah tanggapan saya terhadap novel berbahasa Melayu. Novel itu meninggalkan kesan yang kuat, mendalam dan berbekas lama. Saya terus jadi penggila buku terutamanya karya-karya Sasterawan Negara.
Karya SN Arena Wati jadi penggerak kepada kembara saya mencari buku dan mencari semula jati diri sendiri. Saya tenggelam kekusyukan dalam dunia buku. Ke serata ceruk kedai buku saya selongkar mencari buku-buku yang langka tulisan sasterawan Melayu. Ada kalanya melompat girang bagai bertemu harta karun dan selalunya kecewa dan gagal dalam pencarian saya.
Bak kata Pak Arena Wati di dalam Panrita,
“Suatu pengembaraan dianggap gagal kalau kita tidak mendapat apa-apa yang kita cari. Tetapi itu tanggapan yang salah. Tidak ada pengembaraan yang sia-sia. Cuma kau tidak faham, bahawa sesuatu yang kaujumpa dalam perjalananmu. Ada kalanya lebih baik daripada apa yang kaucari.”
Begitulah pencarian buku yang saya anggap gagal sebenarnya menemukan buku-buku lain yang tidak kurang bagusnya. Pencarian buku menemukan saya dengan antara lain kedai buku Pustaka Antara yang pernah menjadi tempat Pak Arena Wati bertugas dari tahun 1962 hingga tahun !974. Sewaktu Pak Arena bertugas sebagai editor di Pustaka Antara telah bercambahnya buku-buku dari Indonesia.
Kini, jika anda ke Pustaka Antara, yang sudah berpindah dari kedai asal di Jalan TAR ke Kompleks Wilayah, Kuala Lumpur, masih boleh bertemu buku-buku yang diusahakan oleh Pak Arena. Karya-karya Pak Arena sendiri juga karya-karya penulis Indonesia, seperti Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, Sutan Takdir Alisjahbana, Putu Wijaya; sekadar menyebut beberapa nama.
Terima kasih Pak Arena kerana membantu saya mencari semula diri sendiri. Saya akan teruskan pengembaraan dan pencarian saya. Moga bertemu yang lebih baik dari yang dicari.
Terimakasih kerana meninggalkan karya-karya besar untuk kami baca dan ulang baca. Benarlah kata orang; harimau mati meninggalkan belang, penulis mati meninggalkan karya yang terus hidup selagi ada yang membaca.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan