Sejarah mengajar kita mengenal rupa diri. Sejarah mengingatkan kita akan jerih perih orang terdahulu, moga jadi pedoman dan panduan menghadapi hari muka. Memahami sejarah akan membuatkan kita berpijak di bumi nyata. Tahu asal-usul, kenal tanah yang dipijak, dan tahu arah mana yang hendak dituju.
Namun, sejarah siapakah yang kita hadam? Sejarah kitakah yang kita baca atau sejarah orang lain yang dikatakan sejarah kita? Siapakah yang menulis sejarah kita dan mungkinkah ada sejarah kita yang telah terpinggir?
Kita juga akan mengukir sejarah. Bagaimanakah akan kita jawab, kiranya anak cucu kita menuntut semula hutang sejarah itu?
HUTANG SEJARAH
Akan kita berikan jawapan apa
kepada anak yang bertanya
mengenai moyang atau keturunannya
ketika bahasa yang mereka tuturkan
kini telah berubah menjadi angin
dan pada malam yang teramat sunyi
selalu kita dengar gumam dan keluh
dari rongga hatinya yang kosong
terbata-bata mencari jejaknya yang semakin samar
di tengah sebuah peta
atau setiap kali mimpinya tersepit
di antara huruf dan aksara ganjil
yang semakin tidak mereka fahami
siapa akan melunasi lelah dan duka para moyang
setelah jutaan abad memanggul beban yang sarat
demi keturunannya
ketika kita saling berteriak
dan sesekali menghunuskan cakar
untuk sebaris ucap atau kata baru
sehingga akhirnya mulut
kita yang ternganga dan berbau
menjadi rumah untuk segala unggas
dan kita menangis
di depan pusara bernama sejarah
sebuah sejarah
yang belum kita langsaikan segala piutangnya
dan segala anak serta turunan
akan melontarkan ludahnya
ke wajah dan jasad kita
yang pucat dan pikun
tidak bermaya
di dalam akuarium
di sebuah muzium
Marsli NO
Kuantan, Jun, 2002
Tiada ulasan:
Catat Ulasan